TIGA TAHUN DI TOBA, APA KABAR BPODT ?

Minggu, 01 Desember 2019, diskusi publik: Tiga Tahun di Toba, Apa Kabar BPODT, di Literasi Coffee, Medan. Beberapa pokok pikiran disampaikan sbb: 

1. Bahwa 2 unsur penting dalam tema di atas, yakni BPODT dan Gerak cepat membangun Danau Toba wisata kelas dunia. 

2. Boleh jadi saat mengunjungi Kawasan Danau Toba, akhir Juli lalu, Presiden RI Joko Widodo, menilai 3 thn pengembangan pariwisata kawasan ini berjalan lambat. Padahal dengan label destinasi superprioritas, triliunan rupiah rupiah terus digelontorkan untuk mengembangkan Danau Toba. 

3. Selain Danau Toba (Sumut),destinasi super prioritas adalah Borobudur (Jateng), Mandalika (NTB), Laboan Bajo (NTT), Likupang, Minahasa (Sulut).

4. Tahun 2020, pemerintah akan mencairkan Anggaran Destinasi Danau Toba super prioritas 4,04 triliun, ditambah suntikan dana USD 200 Juta dari World Bank. Peruntukannya pembangunan infrastruktur pendukung pariwisata, pembangunan jalan, pembenahan spot2 turis dan juga instrastruktur lain. Penataan selesai tahun depan. (Sindonews, Senin, 14 Oktober 2019)

5. Kalender even Danau Toba 2019, akan segera berakhir. Program pariwisata tinggal menyisakan Festival Danau Toba (FDT), 09-12 Desember 2019. 

6. Pemerintah menargetkan kunjungan wisman sekitar 1 juta. Kalender yang diproyeksikan Kemenpar ini masih jauh dari harapan. Target ini tampak sulit tercapai. 

7. Data BPS, jumlah kunjungan Wisman di Sumut, per Januari - Juli 2019: 144.750 orang. Tahun 2018, jumlah kunjungan wisman ke Sumut: 231.465 orang.

8. Pelaku wisata menilai KDT masih sulit menarik turis asing, karena ketiadaan sejumlah fasilitas. Selain itu di kawasan Danau Toba juga tidak ada jadwal pentas seni rutin. Wisman lebih suka menonton langsung pertunjukan seni di desa desa. 
BPODT 
9. Lahan otorita ada 386 Ha yang dikordinasi BPODT. Berkaca dari penanganan pembukaan lahan jalan di Sigapiton mendapat penolakan keras dari penduduk lokal disana. 

10. Masyarakat lokal dipaksa gusur. Cermin lokalitas memantulkan kembali apa yang terjadi di Sigapiton. Dekat dengan situasi kultur, mental dan sosial pada desa tersebut. 

11. BPODT mesti punya pendekatan khas dan berbeda. Suatu habitus tidak bisa begitu saja diubah situasi kultur dan sosial yang berbeda beda. 

12. DANAU TOBA (Sumut) berbeda dengan Borobudur (Jateng) dalam hal mentalitas, kultur, maupun sosial. Jika tidak waspada dengan perbedaan ini akhirnya BPODT menjadi elit untuk Kawasan Danau Toba, dan terasing. 

13. Lokalitas adalah persoalan Kontruksi yang pincang, timpang. Kota adalah aktif, lokal adalah pasif. Kota (modernis) menilai kemajuan dari sudut pandang gedung mewah, rumah, hotel dsb, dan orang2 lokal tidak memiliki itu. 

14. Kontruksi hitam putih, pusat pinggir adalah konstruksi politik atas ideologi developmentalism. Pembangunan adalah jawaban dari 'untuk mengeluarkan dari ketermundurannya.'

15. Menyempurnakan kemanusiaan orang orang lokal, negara 'terpaksa' melakukan penggusuran, pengaturan dan penataan wilayah/fisik.

16. Negara, Agama, Pemilik Modal dalam arena perdagangan yang globalistik adalah titik2 pusat yang senantiasa memproduksi nilai, citra, kontrol dan kuasa lewat habitus2 yang bertebaran dan beraneka ragam dimana mana. 

17. Apa yang dikatakan Antonio Gramsci, sebagai hegemoni, terus menerus berlangsung dan dilangsungkan di wilayah ini dalam berbagai wajah. 

18. Negara, Agama, pemilik modal penganut aliran universalisme dan esensialisme yang taat. Nilai2 yg dijejalkan adalah (katanya) nilai2 esensi yang akan merubah wajah kumuh lokalitas. 

19. Negara lewat hegemoni pembangunanisme nya mengkoar koarkan konsep adinegara yang memiliki citra, tertib, disiplin dan modern. 

20. Paham/teori pembangunan beranggapan bahwa manusia akan selalu berjalan linier dari tradisionalisme menjadi modern. Karena bertujuan utk memodernisasikan  masyarakat dan segala aspek kehidupan yang berjalan dengannya. 

21. Developmentalism seringkali berkontradiksi dengan tradisionalitas. Beberapa pakar menganggap teori ini berdampak negatif terhadap sosial budaya pertanian dan pedesaan.

22. Mulai hilangnya tatanan kultural diberbagai daerah  adalah indikasi dari diterapkannay ideologi tsb.  Seperti hilangnya budaya 'mandege' di Toba, akibat alih teknologi tradisional menjadi modern. 

Tantangan Pengelolaan Sektor Pariwisata 

23. Visi dan pengetahuan kepariwisataan para pengambil kebijakan yang masih kurang. 

24. Kesiapan daerah tujuan pariwisata yang belum optimal karena pembangunan pariwisata yg belum merata. 

25. Pemasaran pariwisata yg belum optimal karena belum memanfaatkan berbagai saluran media secara maksimal. 

26. Kerjasama antara pelaku ekonomi - sosial - budaya dengan pelaku pariwisata yg belum optimal. 

27. Kordinasi antar lembaga, pusat, dan daerah dalam pengembangan daerah tujuan wisata yang belum maksimal. 

28. Hasil penelitian Travel and Tourism, oleh World Economic Forum (WEF), pada 2015, terhadap 141 negara, posisi Indonesia ( posisi ke 50), berada di bawah Singapura, Malaysia, Thailand. 

Mengakarkan diri pada lokalitas Kultur dan sosial

29. BPODT dan upaya memacu gerak cepat Danau Toba wisata kelas dunia mesti mengakarkan diri pada lokalitas kultur, mental dan sosial.

30. Lokalitas adalah persoalan geopolitik yang pincang. Dengan situasi kultur, mental, sosial pada daerah tersebut mesti punya pendekatan khas dan berbeda.

31. Jika teori dan pendekatan pembangunan di Kawasan Danau Toba sekitarnya kurang menyertakan partisipasi, putusan semata mata di tangan teknokrat. 

32. Maka janji tentang kesejahteraan memakan ongkos mahal seperti terjadinya kegoncangan budaya dan psikis manusia. Dan janji pertumbuhan di dalamnya  menghancurkan lingkungan hidup.

33. Pembangunan mesti bertolak dari tuntutan etis diterima setiap orang: Pembangunan dapat dan harus menghilangkan penderitaan.
Catatan : Ricard Sidabutar

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Sepanjang pembangunan berjudul atas nama kawasan danau toba harusnya pembangunan warganya mnjadi sasaran utama. Titik beratnya seharusnya penyuluhan untuk mendorong inisiatif action plan dari warga, memfasilitasi pembiayaan dan pemasaran. Hindarkan pelaksanan proyek proyek yang bakal menjadi enclave tertutup atau asing bagi penduduk, atau bahkan cenderung mematikan inisiatif dan menjadi kompetitor warga setempat.

    BalasHapus