HIKAYAT POHON GANJA

Oleh : Raihan Lubis 
Buku ini kubeli tahun 2012, setahun setelah buku ini dirilis oleh tim Lingkar Ganja Nusantara (LGN). Berita terbaru tentang wacana agar ganja menjadi salah satu komoditi ekspor dari Aceh membuatku kembali menarik buku ini  dari rak. Buku ini menukilkan cerita dan fakta-fakta tentang ganja. Dikatakan, penyalahgunaan ganja sebagai candu seakan menghapus manfaat-manfaatnya- yang membuatnya menjadi hal yang secara keseluruhan terlarang, harus dijauhi, dan hanya mengandung bahaya.

Ketika Jenderal Angkatan Darat Amerika, Douglas MacArthur datang ke Jepang pada 1948, ia dan pasukan asing lainnya terkejut melihat betapa banyaknya tanaman ganja, baik yang tumbuh liar atau yang dibudidayakan. Dan pada tahun yang sama, akhirnya Amerika sebagai pimpinan Sekutu di masa pendudukannya di Jepang, menulis ulang undang-undang kontrol ganja untuk melarang penanaman dan kepemilikan ganja di Jepang. Padahal ini bertentangan dengan United States Department of Agriculture Amerika yang mengkampanyekan penanaman ganja untuk menyuplai kebutuhan tekstil Perang Dunia ke-2 sejak tahun 1942. Dalam PD II, serat batang ganja dijadikan bahan baku tali parasut, seragam prajurit, ransel, tali pengikat helm. Sementara bijinya diolah menjadi minyak untuk bahan bakar diesel yang digunakan pada kendaraan-kendaraan perang, pelumas dan bahan peledak. (hal.60-61). 

Sejak PD I dan PD II, serat ganja menjadi pilihan untuk dijadikan barang-barang penting seperti uang kertas, kitab injil, perangko, surat-surat penting lainnya karena lebih kuat, tipis dan halus dibanding kertas dari bubur kayu. 

Sementara pada Perang Napoleon, Perjanjian Tilset yang membagi wilayah antara sekutu Napoleon dan Rusia berhasil memutus suplai utama serat ganja dari Rusia ke Inggris Raya. Hal ini membuat pasukan Inggris kehilangan pasokan tali temali, tambang, kain layar kapal terbaiknya untuk armada laut mereka – yang menggunakan serat batang ganja. Pada akhirnya, kondisi ini membuat armada laut Inggris merompak kapal-kapal Amerika dan memaksa kapal-kapal Amerika yang tertangkap di Eropa untuk menjual serat ganja secara illegal pada mereka. Napoleon berencana menghentikan suplai serat ganja dari Rusia kepada musuh-musuhnya- walau berakhir dengan kenyataan Napoleon kalah dan kemudian diasingkan.

Tetapi sekolah-sekolah di Amerika, Inggris, Prancis, Spanyol, Kanada, dan Rusia, mengajarkan murid-muridnya versi yang berbeda-beda tentang berakhirnya perang ini tanpa menyebutkan sama sekali soal adanya peran serat ganja sebagai salah satu penyebab perang. (hal:152 – 155).

Di India, ganja juga pernah dijadikan bahan untuk perlawan terhadap penjajahan Inggris, ketika Mahatma Gandhi melakukan gerakan dengan memintal dan menjahit bajunya sendiri dari bahan serat ganja. Gandhi berhenti membeli, melepas dan tidak memakai baju-baju dari Eropa. Aksi protes Gandhi terhadap produk-produk impor Inggris terutama tekstil dikenal dengan Satyagraha.

Sedangkan di Semenanjung Arabia, tanaman ganja lebih dikenal sebagai tanaman obat. Ibnu Sina memasukkan ganja dalam kumpulan catatannya sebagai tanaman yang dapat digunakan untuk mengobati dan mengeluarkan gas dari perut. Dan sebelum ether dan chloroform popular sebagai obat bius dan penghilang rasa sakit, orang Arab menggunakan ganja sebagai obat bius. Demikian juga di Eropa. Para petani di Polandia, Rusia, Lithuania, mengisap asap dari pembakaran biji dan bunga ganja untuk menghilangkan sakit gigi. Penemuan-penemuan arkeologi dari zaman Viking (sekitar 850 SM) di situs Oseberg (Norwegia) menunjukkan adanya sepotong benda dari serat ganja, namun tidak diketahui fungsinya serta sebuah kantong kulit kecil yang berisi biji-biji ganja.

Sementara itu, pemakaian ganja pada zaman Mesir kuno dibuktikan melalui catatan-catatan yang tertulis di beberapa piramida yang berasal dari 3000 tahun SM. Semisal pada relief Dewi Shesat dengan daun ganja di atas kepalanya. Dewi ini adalah seorang dewi ilmu pengetahuan.

Dalam kata sambutannya di buku ini, Prof.Dr.Komaruddin Hidayat -yang kala itu menjadi rektor UIN Jakarta-  mengatakan: tiada ciptaan tuhan yang sia-sia, melainkan karena tidak mengerti dan sombong membuat manusia tidak mampu melihat keindahan dan manfaatnya untuk kebaikan manusia sendiri- termasuk pada pohon ganja. Jangankan pada pohon ganja, pohon yang sudah terbiasa kita konsumsi daun dan buahnya pun jika salah cara dan tujuannya pasti akan mencelakakan diri kita. Tulis sang professor.

Dan adalah guru besar Unika Atma Jaya, Prof.Irwanto, Ph.D yang memberi kata pengantar menambahkan: kita harus berani jujur dalam ilmu pengetahuan (tentang ganja). Katanya, kita tidak hanya bisa mengedepankan ‘War on Drugs’ yang selama ini dipimpin oleh negara adidaya , terutama AS. Pemahaman kultural adalah hal yang paling penting. Panji yang kini dikenal sebagai comic juga turut memberi kata pengantar. Dia bilang, pesan penting dari buku ini sederhana saja: menghindari ketakutan akan ganja. 

Membaca buku setebaal 365 halaman ini membuat kita mengetahui jejak sejarah tanaman ganjika (Sanskerta) dari Asia yang meliputi Cina, Mesopotamia, Persia, India, Tibet, Jepang sampai Semenanjung Arabia. Dari benua Afrika sampai benua Amerika dan Eropa juga di Eurasia selama hampir 12 ribu tahun. Ada juga cerita soal bagaimana peran cannabis (Latin) pada  masa revolusi pertanian hingga revolusi industri, juga ekonomi politik internasional ganja. Tak tanggung, daftar pustakanya atau rujukan buku ini berasal dari 500 referensi yang bersumber dari buku dan jurnal. 

Lembar demi lembar buku ini membuka banyak pengetahuan tentang ganja yang selama ini tertutupi karena ketakutan kita akan tanaman ini. Semisal, dalam catatan sejarah Jepang, sejak tahun 610, orang Jepang sudah mengembangkan pembuatan kertas dengan 80 jenis tekstur dari serat batang ganja. Ilmu dasar membuat kertas ini mereka dapat dari Cina dan Korea. Dan pada akhir abad ke-17, mereka mengembangkan serat ganja menjadi kain. 

Kapas perlahan-lahan mulai menggantikan serat ganja. Serat ganja menjadi pilihan utama untuk barang-barang seperti tali sandal, rawai untuk memancing, dan tali pengikat karena daya tahan dan kekuatannya. Serat ganja menjadi kain ekslusif yang diperuntukkan bagi kelas atas. Harganya mahal bukan saja karena diolah dengan keahlian khusus, tetapi kain dari serat ganja dapat didaur ulang menjadi kertas. Dan sampai kini, ganja masih ditanam secara khusus di pulau Shikoku untuk keperluan pembuatan baju keluarga kaisar. (hal:56-57).

Buku yang diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama ini sejatinya hendak mengungkapkan bahwa ganja bukan tanaman yang haram untuk ditanam, karena dapat diproduksi menjadi barang-barang yang berguna dengan kualitas yang sangat baik. Pun dapat dikonsumsi sebagai tanaman obat. Ketamakan dan keserakahan - utamanya negara-negara di Eropa dan juga Amerika- telah membuat tanaman yang telah beribu tahun menjadi tanaman obat ini disalahgunakan dan kemudian dibuat menjadi barang illegal untuk dimiliki juga dikonsumsi. 

Beberapa negara telah mengatur pemakaian ganja secara legal. Dan jika kita jujur pada ilmu pengetahuan- sebagaimana kata salah satu penulis pengantar di buku ini- tidak ada salahnya mengkaji wacana pelegalan penanaman ganja untuk produk-produk tertentu utamanya kain -karena dapat didaur ulang menjadi kertas- juga sebagai obat.

Ada tulisan besar satu halaman sebelum masuk ke halaman daftar isi: ‘demi kebaikan bangsa Indonesia’. Mari 'membaca'.

Penulis merupakan penulis novel Siti Kewe

Posting Komentar

0 Komentar