MENAFSIR KEMBALI AMIR HAMZAH; Sastrawan Religiuskah?

Oleh: *Safawi al Jawy*

Setelah menuliskan sebuah gagasan, penulis biasanya membebaskan para pembacanya untuk menafsirkan berbagai sudut pandang dalam menilai, mengukur serta memberikan apresiasi terhadap tulisan tersebut.

Tafsiran  gagasan dalam sebuah tulisan akan menghasilkan berbagai perspektif yang tentu saja tidak sama. Kadang-kadang tergantung dengan berbagai latar belakang pendidikan, suku, kehidupan pribadi, sosial komunal serta-kebanyakan, dipengaruhi oleh disiplin keilmuwan yang pembaca tersebut miliki.


Buku tentang pelopor Poejangga Muda ini, merupakan sebuah tafsiran yang sangat layak untuk kita jadikan salah satu rujukan untuk menyelami sisi misterius sang Pujangga dari Tanah Langkat ini. Amir Hamzah, pangeran dari Seberang, begitu sebutan NH. Dini dalam karya sastranya tentang pujangga muda tersebut.


Buku yang berjudul MENAFSIR KEMBALI AMIR HAMZAH ini merupakan salah satu Magnum opus Damiri Mahmud. Ia merupakan seorang sastrawan dan Budayawan dari Sumatera Utara yang beberapa minggu lalu telah berpulang ke Rahmat Allah. Salah satu karya besar beliau ini mudah-mudahan menjadi amal jariyyahnya menuju kemudahan Alam kubur yang sedang ia jalani saat ini. Untuk hal tersebut, marilah kita hadiahkan bagi beliau sepaling Fatihah.....

Ia menyangkal pendapat HB Jassin yang menisbahkan syair-syair Amir Hamzah sebagai ungkapan Mistisisme Islam.  Ia juga membantah beberapa orang sastrawan yang mencoba semacam "memaksakan" dalam menafsirkan beberapa puisi Amir Hamzah sebagai ungkapan kecintaan, kerinduan serta lautan perasaan Mahabbah seorang Sufi terhadap Tuhannya.

Namun Damiri Mahmud mengungkapkan dengan membedah beberapa penggalan-penggalan Syair sang Pujangga itu dalam tafsirannya, sebagai contoh beberapa poin yang menjadi perhatian Damiri tentang Konsep eksistensi Tuhan yang disinyalir mereka dalam puisi Amir Hamzah :

✅Tuhan disimbolikkan dengan pelita
✅Tuhan dipersonifikasikan sebagai wujud yang cemburu, tak mau diduakan
✅Tuhan dipersonifikasikan sebagai wujud yang buas, sebagai kucing    menerkam mangsanya
✅Tuhan dipersonifikasikan sebagai tiada berupa yang sampai kepada manusia  hanya kata, wahyu
✅Tuhan dipersonifikasikan sebagai gadis di balik tirai
✅Tuhan disimbolikkan dengan wujud yang bersifat cinta dan sunyi. (hal. 20)

Tafsiran tersebut penulis rumuskan dari nukilan syair Amir Hamzah Nyanyi Sunyi:

_Engkau Cemburu_

_Engkau ganas_

_Mangsa aku dalam cakarmu_

_Bertukar tangkap dengan Lepas_

poin-poin tafsiran Damiri di atas menunjukkan konsep kerancuan sang Pujangga tentang Tuhan. Hal tersebut membuat kecurigaan Damiri terhadap Puisi Sang Pujangga yang bukan merupakan karya sastra religius seperti apa yang di duga oleh beberapa orang penulis tersebut.

Dalam kajian Hermeneutika, sebuah pendekatan yang mencoba menggambarkan cara, modus operandi sebuah kata atau suatu kejadian pada waktu dan budaya yang lalu dapat dimengerti dan bermakna secara eksistensial dalam situasi sekarang ( Aksin: 2017). lahirnya teks berdasarkan kultur, pemahaman serta kompleksitas kehidupan yang ada di sisi dimana lahirnya teks tersebut.

Dalam gugatan Damiri, sepanjang Hidup sang Amir Hamzah ia tidak pernah terlibat dalam paraktek kesufian. berafiliasi dengan berbagai Tariqat yang ada ketika itu. Alih-alih menjadi seorang sufi, masa mudanya sang pujangga disibukkan dengan dunia akademis, bangsawan, pergerakan dan percintaanya dengan Ilis Sundari yang membawa perubahan besar bagi hidupnya.

sepanjang penulisan buku ini, kita akan menemukan bagaimana gaya penulisan yang jeplak ala Damiri Mahmud mengungkapkan secara langsung tanpa tendeng aling-aling dengan tegas membantah bahwa Amir Hamzah bukanlah merupakan sastrawan Religius.

Ia adalah sang Pujangga Cinta, yang seluruh kehidupannya mengabdi kepada Bangsawan Melayu, serta keputus asaannya terhadap cinta sejatinya yang tidak dapat ia raih demi kemashalatan dan keselamatan Bangsa kesultanan Langkat ketika itu.

Ketika berbicara sosok Pujangga Amir Hamzah dari tanah langkat, kita mau tidak mau secara langsung akan berhadapan dengan kenyataan sejarah peristiwa revolusi sosial yang merupakan Holocoust Indonesia di Tanah Langkat yang takkan pernah dilupakan dalam sejarah

Amir Hamzah sebagai Martir dalam tragedi itu. Sehingga selayaknya puisi-puisi beliau adalah ekspresi dari pergumulan fakta yang sangat bertentangan dari mimpi serta harapan yang ia cita-citakan. Baik itu tentang kebangsaan, persatuan dan perlawanan beliau terhadap cita-cita kedaulatan rakyat, serta perjuangan beliau bersama para pemuda Indonesia dalam budaya dan bahasa.



Namun, uniknya hal tersebut tidak terlihat secara signifikan  dalam setiap karya sastra beliau. Karya-karya tersebut lebih kepada ekspresi pengalaman percintaannya dengan pujaan hati, lalu beberapa puisi yang menggambarkan realitas yang sarat dan kental dengan nuansa spiritualitas.

Meskipun Damiri Mahmud menampiknya, namun ada aura spiritualitas di beberapa puisi-puisi yang beliau ciptakan. Terlepas dari nuansa sufistiak atau bukan yang pasti karya-karyanya mampu menggerakkan sisi Spiritualitas pembaca sehingga beberapa sajak-sajak beliau dikatakan sebagai sajak-sajak gelap  oleh Chairil Anwar.

_SELAMAT HARI JADI KABUPATEN LANGKAT YANG KE 270_

Posting Komentar

0 Komentar