Puisi-Puisi Bung Rizki Novriyan Ekaputra

Sudut jalan 

Satu bulan belakangan aku merasa terasing
Dari masyarakat yang terbiasa berbasa-basi
Kini mereka dibalut konspirasi
Mereka termakan isu,
atau ini memang rencana dari tatanan dunia baru?

Seperti sudut jalan, aku tidak dipedulikan
Mereka hanya menumpang lewat
Temanku hanya daun putri malu
Itu pun kalau dia sedang terbuka

Oh Semesta, salah satu planetmu sudah kembali normal
Mereka mulai terbiasa dengan keadaan ini
Cakrawala tetap bersinar
Siluetnya menyinari jendela-jendela kamar 

Aku sudut jalan, yang merindukan Samudra Hindia bersama pelautnya yang handal
Aku sudut jalan, yang merindukan gunung-gunung Nusantara di injak para pengelana
Aku rindu melihat masjid-masjid dipenuhi para jemaah 
Juga aku rindu melihat teman-temanku bersama keluarganya di dalam Altar

Prahara ini ku doakan segera berlalu
Aku pun berdoa agar prahara pergi membawa para menteri bajingan

(Tanjung Priok, 2020)






Dendam Pada Semesta

Semesta, mengapa engkau begitu sempurna diciptakan-Nya
Seperti nasi bakar diantara makanan-makanan lainya
Kau begitu sempurna
Dengan beragam seni yang ada di dalamnya

Semesta, aku bangga ada di dunia
Bersama para cicak dan alamnya
Bersama air dan juga senja
Bersama sepertiga malam yang sangat indah

Engkau menjaga dia dari serangan sihir-sihir malam
Dan juga menempatkannya di dekatku

Aku tidak ingin kembali ke rahim ibu
Walaupun menyenangkan, tetapi hidup lebih memiliki warna
Aku belajar di semesta bahwa warna tidak hanya satu
Bahwa benci terjadi karena cinta

Aku dendam padamu, semesta
Ingin membalas kebaikanmu tetapi tidak bisa

(Tanjung Priok, 2020)












Kau Ini Apa?

Kau ini apa sebenarnya?
Kamus kecil Joko Pinurbo
Atau rintikan gerimis Sapardi?

Tidak usah di jelaskan
Aku akan selalu berada di jalan yang lurus
Mungkin bersamamu jika kau mau

(Tanjung Priok, 2020)


















Jendela Kamar

Belum lama ini jendela tidak seperti biasanya
Dia diam tidak membawa cahaya masuk
Hanya sedikit siluet yang terlihat
Surya lihai menyembunyikan sinarnya di kegelapan

Saat fajar jendela dibasahi oleh rintik hujan
Seperti sebuah mahakarya
Hujan memberi seni di luar jendela
Sangat indah sampai aku berhenti berdansa dengan pena
Membuat kopi sembari menghitung jaring laba-laba

Sudah seminggu aku menemani jendela
Bukan karena aku takut maling mengambil dia
Virus diluar sangat membahayakan nyawa
Seperti tidak memberi ampun pada yang dihinggapinya

(Tanjung Priok, 2020)














Lahir 23 November 2004 di Jakarta. Menulis puisi. Masih SMP kelas 3 di SMPN 277 dan akan meneruskan bersekolah di SMK. Baru memulai menulis puisi di blog nya sendiri.
Akun media sosial :
Facebook : Rizki Novriyan
Instagram : @rzkiinep

Posting Komentar

0 Komentar