ECEK-ECEK DAN EKTING


Hari-hari ini lagi ramai tulisan pun status tentang kursi kosong. Ya, sebuah drama kursi kosong yang beberapa hari lalu dimainkan seorang perempuan yang ditolak seorang pria. Ya, berkali-kali perempuan itu mengundang penuh hasrat sang pria, tetapi sang pria masih menolaknya. Lalu muncullah drama itu.

Namanya juga drama ya penuh kepura-puraan tentunya. Sudah ada skenarionya. Kira-kira begitulah. Karena drama atau permainan peran ini berkaitan dengan kursi kosong, saya jadi teringat dengan Om Gestalt. 

Ya, Gestalt punya satu konsep terapi yang memberikan ruang luas bagi seseorang untuk memahami dirinya sendiri. Untuk menemukan atmosfer utuh dengan segenap rasa dari apa yang pernah atau sedang dialami. Aktualisasi nyata dari konsep ini, dalam lapangan psikoterapi dikenal dengan 'Terapi Kursi Kosong'. Saya juga biasa menggunakannya dalam proses hipnoterapi. Sering juga teknik kursi kosong ini saya kombinasikan dengan teknik hipnoterapi. 

Satu contoh sederhana begini. Klien saya minta duduk di depan sebuah kursi kosong. Kemudian dia saya minta menutup mata. Lalu membayangkan sedang duduk di hadapannya, di kursi kosong itu, seseorang yang pernah menyakitinya. Saya meminta dia mengenangkan apa yang pernah dilakukan oleh orang tersebut. Saya minta dia memunculkan rasa apa yang tak nyaman sambil merasakannya. Kemudian saya minta dia berbicara pada orang tersebut, yang sedang duduk di kursi kosong itu. Dan seterusnya, dan seterusnya sampai sesi pemaafan lalu terminasi. Itulah salah satu model yang saya aplikasikan dari teknik kursi kosong. Dan masih ada banyak teknik lain sejenis.

Intinya kursi itu memang benar-benar-benar kosong. Jadi semacam permainan sandiwara. Yang pasti yang bermain sandiwara ini, orang yang sedang dalam 'masalah' atau sedang memiliki keluhan psikologis. Dia butuh penyembuhan. Dia butuh terapi. Salah satu caranya adalah dengan bermain peran dengan kursi kosong itu. 

Hari ini kursi kosong sedang heboh di media. Sejak dimainkan dengan baik - katanya, oleh perempuan yang saya sebut di atas. 

Jadi kursi kosong itu ecek-ecek. Hanya ekting. Dalam Kamus Bahasa Medan, sudah diuraikan arti ecek-ecek dan ekting itu.

Ecek-ecek berarti 1) pura-pura.
Contoh kalimatnya: ecek-eceknya pejabat-pura-pura menjadi pejabat; 2) palsu atau gadungan. Contoh kalimatnya: dia polisi ecek-ecek-dia polisi gadungan, dia pemeriksa ecek-ecek-dia pemeriksa gadungan.

Ekting berarti 1) tingkah, aksi. Contoh kalimatnya: muak aku nengok ektingnya kalo meminta; 2) berpura-pura. Contoh kalimatnya: jangan ektinglah, taunya aku cemana kau-jangan berpura-pura, aku tahu kepribadianmu.

***

Dunia ini panggung sandiwara. Kata sebuah lagu. Ada banyak peran yang harus kita mainkan. Kita bisa bermain apa saja Kita bisa menjadi apa saja. Sesuai pilihan kita. Sesuai selera kita. Kita juga sering hidup dalam kepura-puraan. Kita sering pakai topeng. Itulah kepribadian kita umumnya. 

Saya jadi teringat dengan kata personality. Yang artinya kepribadian itu. Personality berasal dari kata Latin 'persona' yang artinya topeng. 

Pada titik ini, pertanyaan refleksi sederhana muncul, topeng apa yang sering saya pakai? Topeng apa yang masih saya pakai? Kapan saya bisa benar-benar tanpa topeng, dan memunculkan keaslian wajah saya? Apa mungkin? Entahlah...

Haha...jangan serius kali...nanti apa pula ko kawan! Saya hanya sedang sosialiasi dua kata yang biasa dipakai di Medan. Ecek-ecek dan ekting. He..he...Kebetulan baru dapat kamusnya kemarin. Semangat pagi kawan! Salam Joss . . !

Medan, 2 Oktober 2020
Yoseph Tien

Posting Komentar

0 Komentar