Menelusuri jejak sejarah Sumatra di Literacy Coffee (Part.1)

 




Adalah sebuah keberuntungan apabila generasi muda memiliki privilege belajar dan berpikir dengan antusias. Sebab tak mudah mengetahui esensi dari proses menyerap informasi dan melakukan penerapan yang konkrit terhadapnya. Di ruang yang kita hadirkan di Literacy Coffee, sesungguhnya ada sebuah institut yang dinamai pendirinya dengan nama  "Institut Sumatra". Tak tanggung, Institut ini sudah beberapa kali melakukan riset serta pengumpulan arsip sejarah Sumatra melalui koleksi buku kuno yang menyimpan berbagai penelusuran dan bukti sejarah. Selain itu, Institut ini juga pernah menggelar sebuah pagelaran bernama "Membaca Sumatera" pada 2017 di Kota Medan, juga menerbitkan beberapa karya diantaranya buku antologi puisi Seribu Sajak Tao Toba dan novel Manusia di Ambang Batas.

Jhon Fawer Siahaan, menjadi anak muda yang dalam riwayatnya sangat memberi perhatian lebih akan berlangsungnya ruang riset dan dokumentasi yang mungkin saat ini tengah diabaikan oleh generasi muda. Dengan apik, ia mengemas ruang tersebut dengan cara yang lebih nge-pop dan memadukannya bersama warung kopi. Tidak bisa dipungkiri, ruang ini sangat diapresiasi oleh banyak kalangan yang memberi banyak support baik melalui dukungan moril juga materil. 

Jejak sejarah Sumatra yang ada di Literacy Coffee bukan sekedar sepenggal frasa pemantik saja, namun inilah esensinya sebagaimana ruang ini ada. Di etalase buku yang menyediakan buku-buku, sejarah apa saja ada disini jika cermat mengamatinya. Mulai dari Buku yang mengungkap siapa Amir Hamzah, lalu Alam Pikiran Yunani karya Hatta, Sejarah Batak, Adat istiadat Karo, riwayat Tuanku Rao, Sculpture Bataknese dan lain-lainnya. Lalu, Bagaimana buku ini bekerja?

Tim Institut Sumatra masih mengumpulkan peninggalan literatur sejarah sumatra baik melalui lisan atau tulisan yang dimana kelak ini akan mengungkap hal-hal tersembunyi di Sumatra ataupun puing-puing kisah yang hilang. Tentu, ini bukan pekerjaan mudah, sebab masih banyak sumber yang menggunakan bahasa daerah, bahkan bahasa asing yang berasal dari negara lainnya. Banyak kerja-kerja yang mesti dilakukan apabila ingin arsip ini semakin lengkap, bahkan jika tidak diteruskan ke generasi selanjutnya maka tidak bisa dibayangkan akan semakin banyak puing-puing sejarah yang berhilangan.\

*** 

Berlanjut....

Posting Komentar

0 Komentar