Diluncurkan, Film parHEREK Jadi Era Kebangkitan Film Sumut


Medan : Untuk pertama kali setelah dinyatakan masuk nomine pada Festival Film Indonesia (FFI) 2021, film parHEREK berhasil memukau penonton dalam premiere-nya di Aula Bank Sumut, Jalan Imam Bonjol, Medan, Jumat (15/10). Film ini digadang-gadang menjadi awal bagi era kebangkita film Sumatera Utara.

“Kita patut bangga. Saya tak menyangka hasilnya bisa seperti ini. Nominasi FFI dan ini kebanggaan kita. Ini bukan hanya bercerita tentang kebangkitan film Sumut. Kalau mau cerita pariwisata, kita harus promosi, salahsatunya melalui film. Lalu, ini merupakan kampanye dan media edukasi bagi generasi kita bahwa hewan perlu dilindungi dan lingkungan sekitar harus dijaga,” kata Wagubsu, Musa Rajekshah, dalam sambutannya saat launching. Film yang diluncurkan bersamaan dengan Hari Hak Asasi Hewan Sedunia ini disutradarai Onny Kresnawan, produser Ria Novida Telaumbanua, line producer Fachriz Tanjung dan director of photography Andy Siahaan.
Wagub mengaku sudah lama tahu ada Sibaganding. “Tapi saya terkejut ketika Ibu Ria Telaumbanua menceritakan di Sibaganding ada monyet yang bisa dipanggil pakai terompet tanduk kerbau. Dan ternyata betul. Saya tertarik dan senang,” ujarnya. 

Musa Rajekshah mengaku Sibaganding cukup menarik, apalagi bagi orang asing sehingga Film parHEREK harus didorong agar bisa berpoduksi. “Ini komitmen kita. Selain pembangunan, banyak hal yang harus kita tingkatkan. Dengan komunikasi dan niat yang tulus, kita bisa.
Mudah-mudahan film Sumut bisa bangkit, tidak hanya dokumenter. Pemprov Sumut akan mendukung untuk kegiatan positif,” ujarnya. 
Ria Novida Telaumbanua mengatakan, film parHEREK dibuat melalui proses yang panjang, 2017 – 2021. “Yang membuat bangga, parHEREK bisa masuk nomine 5 besar. Sejak tahun 60-an, belum ada film Sumut yang masuk FFI. Baru kali ini. Ini untuk Sumut,” katanya. Film parHEREK masuk nomine kategori Film Dokumenter Panjang Terbaik di FFI 2021 setelah diumumkan pada malam nominasi Piala Citra, Minggu (10/10).

Film parHEREK merupakan kisah hidup keseharian Datim Manik (29), yang meneruskan cara hidup unik sepeninggalan ayahnya, Umar Manik, sebagai pawang monyet di Hutan Sibaganding, Simalungun, Sumatera Utara, sejak 1980-an.

Film tersebut dibuat atas kepedulian dan ketertarikan seorang Datim Manik, yang menghabiskan hidupnya untuk kera di Sibaganding. Kepiawaian Datim menggunakan terompet adalah keahlian yang didapat dari orangtuanya. Hanya Datim dengan terompetnya yang bisa memanggil primata Sibaganding.
 
“Dengan keterbatasannya, dia menjaga monyet. Parherek namanya. Melihat ketulusan tanpa pamrihnya, membuat saya dan Onny tersentuh. Melihat kegigihan kru film, membuat saya terenyuh. Bagai air sejuk di tengah gurun pasir, lewat Bapak Wagublah kami bisa bergerak,” ujar Ria. 

“Harapan dari Onny kepada Pemprov adalah dukungan dan fasilitasi terhadap lahirnya festival film di Sumatera Utara dengan tema kearifan lokal. Karena ini bukan akhir, tapi era kebangkitan film di Sumut. Mudah-mudahan rencana Onny ini bisa terealisasi,” harap Ria.

Sementara Onny Kresnawan mengatakan butuh perjuangan untuk bisa mencapai seperti saat ini. “Lewat seizing Tuhan-lah kemudian kami bisa bertemu dengan orang-orang baik yang mendukung kami berkarya, diantaranya Ibu Ria sebagai produser, Bapak Wagubsu yang tiada henti memberi energi positif serta perusahaan corporate di daerah yang kuat memberi dukungannya,” ujar Onny yang juga Asosiasi Dokumentaris Nusantara (ADN) Korda Medan ini.

Onny berharap agar film parHEREK dapat bertemu dengan penonton yang lebih banyak dan luas. “Insya Allah film ini penanda kebangkitan perfilman Sumut dan kita tetap berkarya serta film parHEREK bisa bertemu dengan penontonnya yang lebih luas, baik nasional maupun internasional," ujarnya.*

Posting Komentar

0 Komentar