Profesi Guru Mulai Kurang Digandrungi Siswa


Oleh : Agi Julianto Martuah Purba
Guru adalah sebuah profesi yang berkewajiban untuk mencerdaskan bangsa melalui proses pengajaran yang dilakukannya di setiap jengkal nusantara.
Dengan atribut sebagai "pahlawan" namun tiada tanda jasa, guru bertindak sebagai ujung tombak dalam mencerdaskan anak-anak didik sebagai penerus bangsa dan calon-calon pemimpin negara di masa yang akan datang.
Begitu pentingnya profesi guru sehingga 25 Nopember setiap tahun diperingati sebagai Hari Guru di Indonesia yang kemudian tanggal tersebut direfleksikan untuk menunjukkan penghargaan terhadap guru.
Menyadari pentingnya peran guru dalam suatu bangsa, ada pertanyaan yang membuat para penulis penasaran terhadap minat anak didik baik di bangku SMA maupun perguruan tinggi untuk kelak menjadi seorang guru.
Sebuah artikel dari Intan Yunelia yang berjudul "Milenial Ogah Jadi Guru, PGRI Tak Terkejut", mengungkapkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang hasilnya menunjukkan bahwa lebih banyak siswa memilih profesi Youtuber ketimbang menjadi seorang guru.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Totok Suprayitno mengatakan, dari keseluruhan responden yang diuji, hanya 11 persen diantaranya saja yang memiliki minat untuk menjadi guru di masa mendatang.
Mirisnya lagi, siswa yang memilih cita-cita sebagai seorang guru di masa yang akan datang adalah siswa yang nilai akademisnya rendah. Dari pencapaian nilau UN, nilai mereka yang bercita-cita menjadi guru di bawah rata-rata nilai siswa yang memilih profesi lain seperti Youtuber, pengusaha dan lain-lain.
Adapun-alasan lain siswa tidak memiliki minat menjadi guru adalah karna lebih memilih profesi yang lebih menjanjikan dari segi finansial seperti pengusaha. Hal ini menjadi krusial karena data dari Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli Rahim kepada Tirto.id dalam tanggapannya dalam menyikapi wacana Puan Maharani "impor" guru asing dikritik organisasi guru, bahwa diperkirakan lulusan sarjana kependidikan adalah sekitar 300.000 orang per tahun, padahal kebutuhan akan guru baru hanya sekitar 40.000 orang per tahun. Tentunya ini menjadi fakor yang sangat mempengaruhi minat para siswa untuk menjadi seorang guru di masa yang akan datang.
Dampak jangka panjang dari rendahnya minat menjadi guru ini adalah menjamurnya "guru-guru digital" yang sudah dinyatakan mampu mengimbangi bahkan melebihi kapasitas berpikir manusia pada umumnya, dan di sini.
Mesin-mesin cerdas dan ditambah lagi dengan kreativitas manusia yang berprofesi sebagai guru yang kemudian mengabadikan apa yang ingin dibaginya melalaui rekaman video yang kemudian pada akhirnya "dijual" sebagai komoditi.
Hal ini lantas memperparah situasi dan status "kapitalisasi pendidikan" yang pada akhirnya ikut berubah wujud dari yang konvensional (interaksi tatap muka di dalam kelas) menjadi proses pendidikan yang futuristik (belajar melalaui dunia maya atau media belajar daring dan luring).
Guru-guru yang konvensional kemudian tenggelam dalam gegap gempitanya perkembangan teknologi dan barangkali ini juga yang menjadi motivasi siswa "tidak ingin" menjadi guru, karena tontonan yang disuguhkan masa kini adalah maraknya kasus siswa yang mempersekusi guru dan sebaliknya.
Sebagai calon penerus bangsa, layaknya kita menyadari bahwa peran dan profesi guru sangat penting sebagai ujung tombak dalam mendidik geneasi penerus. Oleh karena itu calon guru dituntut untuk mampu menjadi guru yang profesional dalam memenuhi 4 kompetensi yang harus dipenuhi seorang gur yaitu, 1) Kompetensi pedagogik, 2) Kompetensi sosial, 3) Kompetensi profesional dan 4) Kompetensi kepribadian.
Guru tidak hanya dituntut cerdas secara intelektual, namun juga calon guru perlu mengisi dirinya dengan kecerdasan emosional yang meliputi simpati, empati, motivasi dan antusiasme dalam berinteraksi kepada anak didik, juga menyeimbangkan dirinya dengan kecerdasan spiritual yang meliputi akhlak mulia dam kebijaksanaan.
"Orang-orang hebat di masa depan baik presiden, ilmuwan, insinyur, motivator, youtuber, dokter, menteri awalnya dididik tanpa rasa lelah seorang guru" - Agi Julianto Martuah Purba
"Jangan hanya mengajarkan siswa menalar dan berpikir kritis, Guru juga harus menalar dan berpikir kritis demi eksistensinya di masa revolusi industry 5.0" - Kisno Shinoda

Posting Komentar

0 Komentar