Transformasi Pariwisata Danau Toba

Oleh : Rico Nainggolan. Sejauh mata memandang, mungkin akan sangat susah untuk membandingkan keindahan dan panorama alam danau Toba dengan tempat wisata lainnya. Sebab, setiap alam selalu punya nilai khas, ada aspek lokalitas, serta prinsip identitas yang merupakan nilai hakiki warga lokal. Suasana yang sejuk dan menyegarkan, karena memang alamnya yang mendukung melalui panorama alamnya yang tampak dalam deretan pegunungan yang mempesona yang merupakan bagian dari kesatuan yang indahdan menakjubkan. Dalam periode waktu tertentu, kabut tebal kadang menyelimuti danau ini dalam balutan sejuk dan dingin. Keindahan alam danau Toba kian terasa, saat wisatawan berkunjung dan dijamu dengan pagelaran budaya tradisional. Sebagai salah satu contoh adalah kala berlibur ke pulau Samosir, biasanya para wisatawan akan dipertontonkan dengan tarian Tor-tor sebagai tarian ucapan selamat datang. Tidak hanya itu, ketika jamuan selamat datang mulai dipertunjukkan, saat berada di pelabuhan penyebrangan, para wisatawan juga akan dimanjakan dengan pagelaran Tor-tor Sigale-gale. Konon katanya patung Sigale-gale dapat “Manortor” atau menari sendiri,yang berdasarkan penuturan para penatuah adat bahwa sebelum patung Sigale-gale dipertunjukkan, biasanya ada ritual khusus yang dilakukan semacam memanggil roh yang mempengaruhi sekaligus memacu patung Sigale-gale tersebut yang secara spontan menari ketika musik “Gondang” Batak dimainkan. Mungkin ada versi lain tentang patung Sigale-gale, namun dalam kisah sederhana ini, penulis merasa lebih menarik untuk mengangkat nilaimistis Patung Sigale-gale sebagai kekayaan budaya lokal yang harus terus dilestarikan dan dijaga keberadaanya. Keindahan alam dan kekayaan budaya diatas hanya masih mewakili satu daerah objek wisata dan satu sub bagian dari suku Batak yaitu Batak Toba. Padahal jika kita menilik seluruh kekayaan alam dan budaya masyarakat yang berada dikawasan danau Toba yang masing-masing daerah dan budaya memiliki ciri khas dan keunikan masing-masing. Merupakan sungguh sesuatu yang sangat menakjubkan yang mungkin akan sangat sulit diungkapkan dengan kata-kata, jika dipadukan dapat menjadi paket wisata yang bisa dipreservasi dalam bingkai modern kultural. Transformasi berbasis budaya Harapan untuk itu sempat terlintas kala pemerintah pusat memastikan bahwa danau Toba masuk dalam 10 daftar kawasan startegis pariwisata nasional. Sayangnya, kenyataan dilapangan berbanding terbalik dengan harapan. Dari semua kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terhadap pengembangan pariwisata danau Toba atau yang lebih dikenal dengan Badan Otorita Danau Toba (BODT), nyaris tidak ada yang mengatur tentang pengembangan pariwisata danau toba dari segi kebudayaan dan kearifan lokal. Kebanyakan isi peraturan yang ada hanya mengatur pemanfaatan kekayaan danau toba untuk kepentingan korporasi dan para pengusaha tanpa memikirkan konsep pengembangan pariwisata dari sektor kebudayaan atau nilai kultural. Sebenarnya akan sangat jauh lebih menarik dan memiliki nilai jual yang sangat tinggi jika yang dikembangkan adalah pengembangan pariwisata dari sektor kekayaan alam dan kebudayaan tradisional. Sebab, secara administrasi, danau Toba mencakup tujuhwilayah kabupaten yang mengitarinya. Dengan demikian, kekayaan alam dan budaya tujuh kabupaten yang mengitari kawasan danau Toba akan sangat memungkinkan jika pengembangan pariwisatanya konsen pada sektor kekayaan alam dan kekayaan budaya yang bisa dipadukan tanpa merusak sedikit pun alam dan tatanankehidupan sosial masyarakat sekawasan. Sampai saat ini, belum jelas arah tata kelola dan fokus pengembangan pariwisata untuk kawasan danau Toba. Jika fokus pengembangan adalah pariwisata sektor budaya, sampai saat ini tidak ada kejelasan soal regulasi pemerintah mengenai pengembangan pariwisata sektor kebudayaan. Jika kita menilik realita di lapangan di sekitar danau Toba, justru yang mendapat pengaturan dan regulasi yang jelas dari pemerintah adalah perusahan-perusahaan yang “merusak” ekosistemalamnyasertatatanansosialkehidupanmasyarakat dan struktur alam danau Toba. Masyarakat tidak boleh menutup mata soal keberadaan beberapa perusahaan yang sangat merusak ekosistem dan keindahan alam danau Toba. Selain rusaknya alam dan ekosistem, beberapa kebijakan pemerintah telah menimbulkan masalah baru, yakni secara tidak langsung telah merusak tatanan social masyarakat. Mafia-mafia tanah telah bermunculan, para baron bisnis mulai tampak gelagat kapitalistik, bahkan putra daerah sendiri berhasrat untuk menjual tanah kepada investor dengan iming-iming keuntungan yang sangat besar. Jika dinilai secara ekonomi, transaksi jual-beli tanah memang sangat menguntungkan. Akan tetapi pertanyaan besarnya adalah, jika semua tanah bahkan tanah adat/tanah marga telah dijual dan dikuasai oleh orang lain/pihak asing, lantas kemanalagi para generasi muda sebagai suku asli penghuni danau Toba dan sekitarnya untuk tinggal? Dimana tanah adat itu? Sedikit demi sedikit semua kekayaan danau Toba akan hilang secara perlahan jika masyarakatnya sendiri sudah terobsesi dengan uang. Kemewahaan dan cirri khas Bangso Batak bisa-bisa hanya akan menjadi tulisan sejarah semata tanpa bukti fisik yang nyata. Jika pemerintah benar-benar berkomitmen dan serius ingin mengembangkan pariwisata di danau Toba, hal yang harus dan wajib dilakukan pemerintah adalah menghentikan segala kegiatan yang tidak berhubungan dengan pariwisata di kawasan danau Toba. Satu langkah nyata tersebut akan mendorong perubahan yang sangat signifikan di sektor pariwisata. Searah dengan proses penghentian segala kegiatan yang tidak berhubungan dengan pariwisata, pemerintah juga wajib mengembangkan pariwisata dari sektor kebudayaan dan kekayaan alam danau Toba, dengan cara menghidupkan kembali ritual-ritual dan tradisi leluhur yang telah lama tidak diperhatikan oleh pemerintah. Jika niat pemerintah adalah untuk mengembangkan pariwisata danau Toba dengan tujuan menyejahterahkan rakyat maka tidak ada kata lain selain menutup segala perusahaan dan menghentikan segala kegiatan yang tidak berhubungan dengan pariwisata di kawasan danau Toba dan tidak ada satu kata tawaran pun untuk hal tersebut. Disatu sisi, peran masyarakat sangat diperlukan untuk menjaga warisan leluhur dan kekayaan danau Toba. Sebab tidak sedikit masyarakat sendiri juga secara tidak langsung berupaya untuk menghilangkan nilai-nilaibudaya yang ada. Sesuai dengan judul tulisan diatas, trasnformasi pariwisata danau Toba, penulis lebih menekankan pengertian transformasi dalam kepariwisataan di danau Toba bahwa sudah saatnya pengembangan pariwisata dikawasan ini harus beranjak dari sector kebudayaan dan kearifan local masyarakat sekawasan danau toba. Yaitu dengan menata kembali tatanan dan tataruang kawasan pariwisata danau Toba dengan mengedepankan pengembangan pariwisata sector budaya dan kearifan budaya masyarakat local dengan tidak menutup diri terhadap dunia luar dan perkembangan zaman di era digital saat ini. Sebab kemajuan teknologi pun selalu merangsang untuk terus berevolusi dari hal-hal mistis seperti nilai-nilai kultur. Unsur mistis dalam suatu kebudayaan selalu punya daya tarik, apalagi dalam konteks preservasi dan tata kelola sebauh nuansa alam yang alamiah seperti Danau Toba.

Posting Komentar

0 Komentar