Desain Renjaya Siahaan |
Oleh : pdgsgk
Secara umum manusia mengatakan bahwa sekolah bisa membebaskan manusia dari belenggu, nyatanya malah masuk pada belenggu baru yaitu belenggu sekolah. Pandangan ini pun “membelenggu” dalam benak masyarakat karena memandang segala sesuatu nasib buruk dapat hilang dengan menyekolahkan anak di sekolah formal walaupun dengan biaya tinggi.
Paradoks—yang paling rumit dihilangkan dari benak masyarakat—ini diwarisi terus menerus tanpa menyadari bahwa sekolah tidak hanya ada dalam Dunia Formal yang terlembagakan, Sehingga Masyarakat menganggap Pendidikan hanya ada di dalam sekolah formal itu.
Sekolah Formal telah mempersempit pandangan setiap manusia untuk belajar, Karena meyakini belajar hanya ada didalam dunia tersebut. Manusia terbebani akan makna sekolah yang membuat mereka lupa bahwa belajar untuk diri sendiri dan dari pengalaman pribadi dalam ruang ruang tidak formal bukan belajar. Hal ini mengakibatkan Nilai pasar untuk sekolah tinggi dan mahal sebab masyarakat akan berlomba lomba menyekolahkan anaknya dengan harapan mampu bersaing dan memperoleh hidup yang lebih baik.
Akhirnya masyarakat terjebak dalam ilusi mereka sendiri. Harapan awalnya adalah untuk mengubah keadaan malah membuat mereka hidup dalam ekspektasi yang tidak tercapai. Nyatanya sekolah tidak pernah menjamin masa depan manusia, yang ada malah membawa ke ruang yang berbeda dari apa yang dimiliki yaitu terasing dari ruang hidup mereka.Sebagai contoh, seseorang pergi Sekolah dengan harapan memiliki masa depan yang lebih baik, kemudian akan mengeluarkan sangat banyak uang untuk itu. Kemiskinan yang selama ini di derita telah membuatnya berekspektasi bahwa dengan sekolah bisa mengubah nasib.
Apa Di Balik Sekolah ?
Kita dapat melacak asal mula kata sekolah dari bahasa latin yaitu scola atau scolae yang berarti waktu luang atau waktu senggang. Berarti dari pengertian kata ini bisa kita sebut bahwa sekolah tidak serumit yang kita lakukan saat ini. Bahwa bersekolah dengan memakan waktu yang banyak, les privat, kursus dan kurikulum telah bembunuh waktu luang pelajar. Artinya sekolah telah berubah haluan menjadi sesuatu yang menyesatkan masyarakat. Sesuatu yang menyesatkan itu maksudnya adalah ketika makna sekolah sebagai waktu luang yang mampu membuat seseorang bahagia dan berkarya malah membuat mereka semakin menderita dan membunuh daya kreasi. Manusia yang identik dengan penciptaan gagasan-gagasan malah tidak memiliki gagasan baru yang bisa membebaskan manusia dari belenggunnya sendiri—hal ini menjadi masalah yang terus menerus terjadi.
Sekolah mengaburkan maksud dari Pengajaran dengan Belajar, Ijazah dengan Kemampuan, kefasihan Berceloteh dengan Keberanian mengungkapkan sesuatu yang baru( ivan illich, 2000). Kekaburan membuat degradasi sosial, yang akan menganggap sekolah sebagai jalan menuju masa depan, menganggap Guru sebagai yang Maha Tahu, menganggap Ijazah sebagai kunci memiliki masa depan cerah dan berceloteh adalah mencipta. Sekolah bukan lagi sebuah jalan sunyi, tetapi telah menjadi pasar yang menciptakan ketakutan ketakutan akan kehilangan masa depan.
Sekolah formal menjadi satu satunya penentu masa depan yang membuat masyarakat semakin tergila gila pada sekolah formal. Masyarakat tidak menayadari keadaan yang lain dari sekolah saat ini. Sekolah telah diatur oleh kurikulum dan kurikulum telah diatur oleh kebutuhan pasar. Kebutuhan pasar yang dimaksud adalah adanya arahan dalam dunia Pendidikan untuk mengarahkan peserta didik sesuai dengan kebutuhan perusahaan-perusahaan.
Sekolah telah mengatur dunia pendidikan menjadi mesin penyedia jasa pekerjaan. Indikator-indikator untuk penerimaan pekerja telah ditentukan oleh nilai, ijazah dan tingkat usia serta kepatuhan. Setelah berhasil menyatu-padukan persepsi masyarakat tentang sekolah sebagai jalan satu satunya menuju masa depan, kesempatan menuju cita cita penyeragaman sekolah menjadi media penyalur tenaga kerja tercapai. Sekolah formal tidak mengisyaratkan peserta didik untuk menjadi manusia yang mandiri dan memiliki daya cipta serta keinginan untuk berkarya bagi masyarakat.
Sekolah memiliki funngsi baru sebagai alat kontrol pemikiran bagi masyarakat. Fungsi sebagai alat kontrol adalah peserta didik telah diarahkan untuk mencintai sesuatu yang bukan dari diri mereka sendiri. Sekolah malah lebih fokus pada hal hal yang tidak substantif seperti mencintai negara, mengejar cita cita, melarang pemikiran pemikiran tertentu, menciptakan politik identitas dan menginternalisasi sistem politik busuk untuk terus menerus diwarisi generasi muda. Kontrol kontrol ini menjadi kejahatan terselubung bagi masyarakat yang pada akhirnya daya kritis dan daya cipta untuk keluar dari persoalan persoalan di masyarakat menjadi sulit dilakukan.
Dalam dunia sekolah, peserta didik dan pengajar telah dipisahkan secara stuktur. Dalam keadaan ini pengajar menjadi sesuatu yang Maha Tahu akan segala sesuatu. Menjadi sang pemberi nilai dan ilmu yang membuat mereka secara struktur lebih tinggi dari peserta didik. Terpisahnya hubungan ini melalui struktur telah membuat hubungan antar keduanya sebagai subjek dan objek. Peserta didik menjadi objek yang tidak tahu apa apa yang kemudian di isi sebanyak mungkin akan ilmu pengetahuan.
Dalam kasus ini, bisa saja anak banyak tahu dalam arti kepalanya penuh akan pengetahuan. Tetapi peserta didik akan kebingungan dalam menerapkan ilmu itu di kemudian hari. Pada akhirnya hanya mengetahui tanpa memahami dan ujung ujungnya malah menjadi anak yang patuh dan memilih menjadi pekerja di perusahaan orang lain atau malah menjadi pengangguran.
Sepertinya sekolah telah menjadi sarana yang memabukkan dan telah menjadi sarana umum yang palsu( ivan illich, 2000). Sekolah seakan akan mampu menjadi sarana yang melepaskan manusia dari belenggu dan memecahkan persoalan sehari hari malah menjadi belenggu baru yang menyulitkan seseorang keluar dari masalahnya. Hal ini disebabkan oleh sekolah yang menjauhkan manusia dari kenyataan hidup yang dia hadapi. Sekolah telah memisahkan manusia dari dirinya sendiri—dalam hal ini manusia mejadi teralienasi dari lingkungannya sendiri.
Sebagai contoh seorang petani menyekolahkan anaknya dengan harapan memperbaiki hidup karena bertani susah. Kemudian anaknya sekolah, disekolah anaknya malah diajarkan sesuatu yang tidak berhubungan dengan pertanian dan bagaimana bertani yang baik, malah diajarkan sesuatu yang asing, sehingga setelah selesai sekolah malah mengatakan aku tidak perlu lagi memegang cangkul. Tetapi di ruang hidup yang baru si anak yang sekolah mengalami belenggu yang sama, kesulitan untuk melangsungkan hidup dan malah menjadi buruh bagi orang lain.
Kesimpulan
Di balik Sekolah yang ada merupakan Belenggu. Sekolah telah menciptakan struktur kelas secara global, sekolah telah menjadi ajang persaingan antar Manusia dan antar Negara. Negara kemudian menjadi pelaku utama dalam penjalanan belenggu yang ada kemudian mengorbankan manusianya untuk masuk dalam dunia persaingan yang membunuh daya cipta.
Sekolah hanya dinilai dengan semangat kemajuan. Kemudian sekolah dinilai dengan nilai mata uang. Semakin mahal uang sekolah maka semakin tinggi kualitasnya( jika memakai teori foucoult artinya adalah bahwa semakin mahal kau bayar uang sekolah semakin kau gampang masuk dunia kerja yang mekanis tersebut). Kau hanya menjadi robot pekerja tanpa menjadi seorang yang berdaya cipta. Bagi saya secara pribadi sebagai solusi adalah merubah pandangan bahwa sekolah formal adalah jalan satu satunya, karena jika pandangan ini masih dipakai maka kemenangan dari perusahaan raksasa adalah memperoleh tenaga kerja murah meriah.
Kemudian sebagai ganti dari sekolah yang juga menjauhkan manusia dari latar belakangnya adalah memberi kebebasan bagi setiap wilayah untuk menciptakan sekolah sesuai dengan segala sesuatu yang mereka miliki dan butuhkan. Sudah saatnya sekolah menjadi ruang belajar yang kreatif dan berdaya untuk membebaskan manusia dari belenggu dan ketakutan kehilangan masa depan. Pada akhirnya tidak ada hirearki jenjang yang membuat manusia berkelas kelas dari sekolah yang mereka sandang.
Apakah hal ini bisa ? Tentu bisa, Apabila “Manusia elit” menghilangkan egonya mengenai apa yang dibutuhkan oleh manusia dan masyarakat. Selamat keluar dari belenggu yang membuatmu terasing ini!
Sumber-sumber:
Bebaskan Masyarakat Dari Delenggu Sekolah Oleh Ivan Illich
Pembelajaran Di Era Serba Otonomi Oleh Andrias Harefa
Pendidikan Kaum Tertindas Oleh Paulo Freire
Sekolah Kapitalisme Yang Licik Oleh Paulo Freire
0 Komentar