Dunia memang berubah, saat dulu tuhan menciptakan semua menurut maunya dengan segala “keindahan alam” dan keseimbangannya, hari ini manusia mengimbanginya menurut maunya manusia itu dengan segala “keindahan buatan” tangannya. Tidak ada yang bisa dibantah lagi, tehnologi dan keinginan manusia untuk mengimbangi memang sangat tinggi. Dalihnya jelas, manusia mahluk berfikir dan diberi kekuasaan untuk menguasai alam ini.
Hari ini, kemudian aku merenungi dunia dan kembali ke masa kecilku. Hari hariku dipenuhi oleh kesadaran akan kekayaan alam kampung halamanku sebagai perbandingan dari apa yang terjadi di jaman ini.
Pohon pohon yang tertanam acak di tanah dengan beragam jenis, rumah mungil dengan cuaca sejuk di tengah berdirinya ribuan pohon pohon alam, yang menurut cerita nenekku tidak pernah mereka tanam. Semua sudah begitu adanya semenjak mereka lahir. Babi Hutan, Ayam Hutan Harimau dan Binatang lainnya masih banyak berdiri di tempat ini.
Sungai masih benar benar alami, airnya menjadi sumber air minum sehari hari. Jika ada waktu, tentu juga menjadi sumber lauk kami karena banyaknya ikan. Tentu kami ambil dengan cara kami sendiri tanpa pernah mengambil berlebihan.
Masih terbayang aku saat di hari hari tertentu kami berjalan masuk ke tengah hutan tanpa ketakutan. Berkelana bebas tanpa aturan.
Dulu, hutan dan pohon pohonnya adalah tempat bermain yang indah. Memanjat pohon tertinggi, memanen buah dari pohon tak luput kami lakukan. Lawan kami tentunya orang utan yang mulai ribut dengan kehadiran kami. Tapi tidak apa apa, kami hanya sebentar dan tidak akan merusak habitat mereka.
Kami memanfaatkan alam untuk menghidupi hidup kami, dengan kata lain tergantung padanya. Dalam konteks ini kami memang terhubung secara rohani dengan alam. Ada saat saat dimana kami mendoakan supaya alam memberi kami kehidupan terus menerus. Ada saat di mana kami harus merawat dan menjaga mereka supaya tidak di rusak oleh orang orang tertentu.
Hutan tempat dimana kami menggantung hidup ini adalah hutan rumah. Tidak ada rumah paling indah saat pikiran membawaku kembali kesana.
**
Angan anganku kemasa lalu sudah buyar. Tak lama saat masa masa remajaku, ada satu budaya baru masuk kekampung. Dalihnya jelas, pemerintah sudah menentukan titik dimana kami tinggal sebagai ibu kota yang baru. Mereka bahkan tidak kami kenal. Tetapi dengan selembar surat dan alat berat mereka memaksa kami untuk menerima kenyataan, bahwa kami memang harus angkat kaki.
Apa boleh buat, kami tidak mengerti apa pun. Mereka memang menyediakan tempat tinggal bagi kami, tetapi tidak dengan kemampuan bertahan hidup.
Kini, hutan kami yang hadir begitu saja dan diwarisi nenek moyang berubah dengan jenis hutan baru. Sungai kami yang dulu segar, berganti dengan jenis sungai yang baru.
Ahh, betapa tingginya pohon yang di cor manusia ini, berdiri menjadi gunung baru dan di dalamnya orang orang tinggal.
Namun yang aneh, di atas tanah yang pernah kami miliki ini, kami tidak lagi bebas masuk menjelajahinya. Kami tidak pernah lagi memijakkan kaki di dalam. bagi mereka, tempat tempat tersebut adalah tempat khusus. Disana pemerintahan bercokol. Disana orang orang besar berdiam diri.
Dan sekilas, saat aku jalan jalan di aspal dekat kantor presiden kulihat pintu tertulis, dilarang masuk bagi yang tidak berkepentingan. Di tempat lain, tertulis KUHP 551 dilarang masuk.
Kemudian teringat janji mereka, kita akan bangun kota di tempat ini, dengan segala keindahan dan segala ke agungan melebihi apa yang sudah ada.
Dalam hati aku berkata” melebihi apa yang sudah ada, tentu kau tiada akan sanggup. Bedakan hutan alami yang mampu memberimu kebahagiaan dan kesejukan dengan hutan tembok buatanmu yang hanya membuatmu terbebani oleh ketakutan kehilangan harta bendamu. Bedakan saja. Kemungkinan, aku sudah tidur saat gumam terakhir ku ingat. Ah!
0 Komentar