Koran dan Martabak : Literasi Sederhana Keluarga

*Rimma Itasari Nababan
"Pa, korannya jangan dibuang ya aku mau baca soalnya." Aku mengingatkan Papa yang lagi santai menikmati martabak kesukaannya. Mama punya langganan penjual martabak yang terkenal karena rasa martabaknya yang enak dan khas ditaburi parutan kelapa, seres, coklat dan kacang. Tak heran kalau Papa sangat menyukainya. Biasanya martabak itu dibungkus dengan daun pisang setelah itu dibungkus kembali dengan koran. 

      Sebenarnya aku tak perlu untuk mengingatkan Papa. Karena kebiasaannya adalah mencari-cari sisa berita lewat kertas koran martabak kesukaannya. Terkadang robekan kertasnya membuat beritanya terpotong tapi Papa akan tetap membacanya.  Bukan karena tidak ada koran lain untuk dibaca tapi memang kebiasaan ini menjadi suatu kenikmatan tersendiri baginya. Kolom politik dan olahraga selalu jadi incaran pertamanya.

     Dan jadilah aku sebagai pengikutnya. Meski tidak selalu ikut menikmati martabaknya (karena tidak terlalu suka martabak_red) tapi aku sangat menikmati bacaan yang tersaji lewat koran itu. Mulai dari gosip artis di kolom hiburan, resep-resep masakan, iklan rumah dan mobil (berharap ada iklan mobil dijual dengan harga seribu rupiah hiks), hukum , politik dan biasanya bakal dilanjutkan dengan diskusi dengan Papa. Dan akhirnya aku menikmati hal itu menjadi sebuah kebiasaan dan hobi. Itu kisah hampir 10 tahun silam saat-saat dibelikan buku baru adalah sesuatu yang sangat menyenangkan. 

Pada awalnya penulis dikenalkan dengan komik sebelum sekolah lalu belajar membaca bahkan sebelum sekolah maklum bapak tegas dulu. Jadi sebenarnya sejak kecil sudah terbiasa dengan buku atau bacaan berupa komik, koran, majalah Bobo, buku dongeng, bahkan dengan kolom olahraga di majalah yang biasanya tidak disukai bisa dilahap habis hingga membaca ulang buku-buku yang bagus yang sudah  pernah dibaca atau saat tidak ada buku lagi yang mau dibaca sampai nyuri buku dari perpustakaan tapi dikembalikan lagi (dulu petugas perpustakaannya galak dan pelit meminjamkan buku pada siswa dengan alasan takut dihilangkan). Membaca itu adalah kegiatan yang paling menyenangkan dulu bahkan makan pun sambil baca buku.

       Situasinya sangat berbeda dengan sekarang. Koran, komik, tabloid, majalah, buku dan bahan-bahan bacaan semakin ditinggalkan, dianggap tua dan jadul. Di era postmodern, perkembangan teknologi dan informasi yang sangat tinggi menyebabkan masyarakat sangat akrab dengan gadget seperti hp, tablet, laptop dan alat-alat elektronik lainnya.

 Menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bermain dengan gadgetnya mulai dari main game, berselancar di media sosial mulai dari instagram, facebook, whatsapp, line,dsb, menonton youtube, dan beragam aplikasi atau fitur-fitur lainnya atau menghabiskan waktunya dengan aktivitas seperti menonton TV, hang out, shopping, dsb.

       Budaya literasi semakin tergerus jaman. Yang paling mirisnya pendidikan literasi tidak lagi diajarkan dalam keluarga. Karena pada saat ini masing-masing anggota keluarganya biasanya sudah memiliki gadget dan memilih untuk sibuk dan bergelut dengan gadgetnya ataupun bekerja dibanding menikmati waktu untuk quality time bersama keluarga, bercerita bersama, bermain bersama, jalan-jalan, membaca dan diskusi  bersama serta menikmati kebersamaan lainnya atau dibanding untuk belajar. Padahal seharusnya budaya literasi harus ditanamkan sebagai bagian dari sosialisasi primer dalam keluarga sejak dini.

Dikutip dari Republika (12/16), indeks minat baca di Indonesia yang dikeluarkan UNESCO pada 2012 mencapai 0.001. Yang berarti pada setiap 1000 orang hanya ada satu orang yang memiliki minat baca. Sementara itu menurut data BPS Tahun 2015, 91.47 % anak usia sekolah lebih suka menonton TV dan hanya 13.11 % yang suka membaca.

        Tingkat minat baca ini menurun dari tahun ke tahun. Hal ini tentu berpengaruh pada menurunnya kualitas pengetahuan dan wawasan anak maupun masyarakat pada umumnya serta menjadikan orang-orang semakin individualis, egois, pemalas, lebih konsumtif dan banyak hal buruk lainnya. Mengingat hal ini sudah seharusnya masyarakat sadar akan pentingnya menumbuhkan minat baca pada anak sejak kecil dan mengembangkan budaya literasi dalam keluarga. 

      Mulai dari membacakan dongeng untuk anak, membaca buku bersama, mendiskusikan isi buku, majalah, koran ataupun bahan bacaan lainnya, membahas berita atau topik-topik menarik lainnya, mendukung bakat menulis anak, dan bakat-bakat lainnya, memberikan bahan-bahan bacaan, menyediakan fasilitas baca di rumah, misalnya dengan membuatkan sebuah perpustakaan mini, memberikan motivasi tentang manfaat membaca, menanamkan tentang pentingnya membaca untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan sebagai bekal masa depan, membeli buku kesukaan atau hunting buku bersama, mengunjungi perpustakaan, bisa juga dengan menetapkan waktu untuk membaca, dan yang paling utama keluarga harus memberikan teladan kebiasaan membaca terhadap anggota keluarga lainnya, selain itu bisa juga dengan memberikan batasan bermain gadget, TV. 


* Penulis Merupakan Mahasiswa Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum USU

Posting Komentar

0 Komentar