Hubungan Perjuangan Buruh dan Mahasiswa DALAM melawan kapitalisme

Penulis

Oleh : A.N.N
Bahwa sejatinya, perjuangan kelas buruh tidak dapat di pisakan dengan perjuangan mahasiswa. Jika kita berbicara pendidikan bukan berarti hanya menjadi persoalan yang dihadapi oleh sebagian mahasiswa yang sadar dengan situasi pendidikan di Indonesia yang telah berubah menjadi barang dagangan dimana mahasiswa menjadi pelanggan (customer) jasa tenaga pengajar. Terlihat dengan adanya pembayaran SPP/semester, biaya daftar ulang, biaya ujian, dll. Mahasiswa yang tidak mampu membayarnya maka ia tidak berhak untuk melanjutkan studi di Perguruan Tinggi tersebut atau sama saja dengan pencabutan hak-hak nya sebagai warga negara Indonesia yang telah di jamin oleh UUD 1945 "bahwa setiap warga negara Indonesia berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak". Tetapi pendidikan juga menjadi permasalahan seluruh elemen masyarakat Indonesia yang tersingkirkan. 

Buruh (kontrak dan Outsourching) merupakan salah satu dampak dari kapitalisasi pendidikan. Output yang diberikan oleh pemerintah adalah bagaimana menyediakan tenaga kerja yang murah sebanyak-banyaknya untuk dihisap tenaganya oleh pemodal asing. Bukti pelepasan tanggung jawab negara terhadap rakyatnya adalah dengan dibuatkan hukum yang melegalkan tindakan pemodal untuk menghisap tenaga kerja. Mengapa pendidikan harus Gratis? karena pendidikan merupakan hak asasi manusia. setiap manusia berhak untuk mendapatkan pendidikan. Kenyataan hari ini, pendidikan sudah dijadikan barang dagangan. siapa yang mau mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi maka mereka harus membayar sesuai dengan kualitas, fasilitas, dan tenaga pengajarnya. Mengapa hanya sampai pada Sekolah Menengah Atas yang di Gratiskan? ini akan terjawab dengan kebutuhan pasar tenaga kerja di pabrik-pabrik. Dengan biaya pendidikan yang semakin mahal, maka semakin banyak rakyat miskin yang memilih untuk mengandalkan tenaganya dan dibayar murah di pabrik-pabrik. 

Aturan tentang perburuhan dan pendidikan
Di Indonesia terdapat beberapa peraturan perburuhan yang penting yaitu, UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, UU No 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, UU No 21 tentang Serikat Buruh, UU No 3 tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja dll. Peraturan tersebut jika dibaca dalam satu rangkaian undang-undang maka akan terlihat jelas bahwa pemerintah melindungi penguasa.
Begitu juga pendidikan, regulasi pemerintah untuk mengeksploitasi dan mengkomersialisasikan pendidikan  yaitu UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 dan yang baru dibuat adalah UU Perguruan Tinggi (PT) No 12 tahun 2012, juga jika dibaca dalam satu rangkaian undang-undang maka akan terlihat jelas pemerintah telah melepaskan tanggung jawabnya dalam bidang pendidikan.

Begitu banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh dua sisi, yaitu Buruh dan Mahasiswa dari kelompok proletar. Pertanyaan yang lahir adalah apakah kita sebagai mahasiswa akan terus-terus berpikir batu tidak mau melebur dengan perjuangan buruh.? begitu jugak sebaliknya buruh hari ini yang masih minim pada pengetahuannya. Alangkah baiknya kita berpegang tenggu pada padangan tetua kita “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Maka perlu untuk menggabungkan “Kerja” dan “Pengetahuan” untuk menghancurkan sistem Kapitalisme yang bersumber dari buah piker Borjuis.

Menggabungkan Kerja dan Pengetahuan.
Untuk menjelaskan ‘makhluk’ yang bernama kapitalisme saat ini, kita mesti terlebih dulu memetakan bagaimana ia berkembang dan bertransformasi menjadi sebuah kekuatan di Indonesia
kita bisa memetakan perkembangan kapitalisme di Indonesia menjadi tiga babakan: Pertama, fase industrialisasi (1967-1980an) yang mentransformasikan ‘petani’ menjadi ‘buruh’ dan mengonsolidasikan basis-basis produksi; kedua, fase liberalisasi sektor jasa dan finansial(1980an-1998) yang melahirkan jenis ‘buruh’ baru yakni kaum borjuis-upahan, mereka yang dalam banyak literatur disebut ‘kelas menengah’; dan ketiga, fase ‘negara neoliberal’ di mana semua sektor kehidupan di-incorporate dalam logika ekonomi pasar, dan menyebabkan sektor-sektor produksi menjadi konvergen dengan basis-basis pengetahuan. Kondisi ini menyebabkan kampus menjadi salah satu basis terpenting untuk menciptakan para buruh berpendidikan.

Perkembangan kapitalisme ini melahirkan beberapa konsekuensi bagi kaum buruh. Pertama, proses akumulasi-kapital tidak hanya dilakukan di pabrik, tetapi juga di berbagai tempat. Kita bisa sebut, misalnya, kampus, rumah sakit, Bank, sekolah, dan berbagai lokasi lain yang mana di dalamnya berlangsung proses komodifikasi. Logika awal akumulasi-kapital, sebagaimana diungkap Marx dalam Capital, selalu berlangsung dengan proses transfer Komoditas-Uang-Komoditas’-dst. Sebagai contoh, di kampus, kita lihat logika yang sama beroperasi pada pengetahuan: dengan proses liberalisasi pendidikan yang membuat biaya kuliah mahal, pengetahuan menjadi ‘komoditas’, yang mana ia akan ditransformasikan menjadi ‘pengetahuan/komoditas’ melalui uang (liberalisasi yang membuat pembiayaan pendidikan diserahkan ke pasar dan mahasiswa dan membuat biayanya luar biasa mahal).

Kedua, seiring berkembangnya waktu, ‘buruh’ tidak lagi didefinisikan hanya sekadar mereka yang bekerja di pabrik, tetapi juga mereka yang bekerja dalam proses komodifikasi. Ia bisa jadi para intelektual pekerja kesehatan untuk mentransformasikan pengetahuan, /kesehatan, /saham menjadi sebuah komoditas baru. Perbedaannya dengan kaum buruh di pabrik adalah mereka dibayar dengan uang yang besar karena mengandaikan ada spesialisasi yang didapat melalui pengetahuan, sehingga tidak menyebabkan proses alienasi tidak terjadi dengan represi, melainkan justru dengan penikmatan-penikmatan (jouisasnce). Ini mungkin yang disebut oleh Zizek (2009) sebagai surplus-of-jouissance.

Ketiga, semakin konvergennya ‘kerja’ dengan ‘pengetahuan.’ Karena kapitalisme masuk pada semua lapis kehidupan yang dimungkinkan dengan adanya proses liberalisasi, ‘kerja’ sekarang membutuhkan keahlian-keahlian tertentu. Sebab, kapitalisme tidak lagi memproduksi barang yang sifatnya material, melainkan juga sesuatu yang ‘abstrak’ seperti pergeseran harga sahal di bursa efek. Artinya, di sini, kerja membutuhkan spesialisasi yang hanya bisa didapat melalui pengetahuan. Dengan demikian, kampus menjadi instrumen penting bagi penciptaan para buruh-spesialis yang siap sedia untuk menjadi bagian dari proses produksi kapitalisme dengan pengetahuan yang ia miliki. Itulah sebabnya, dalam dokumen Country Assistance Strategy Bank Dunia yang baru, interkoneksi antara ‘perguruan tinggi’ dengan ‘dunia industri’ menjadi capaian yang harus dituju oleh institusi pendidikan tinggi ke depan.




Mahasiswa sama dengan Buruh Masa-Depan
Apa artinya hal-hal tersebut bagi mahasiswa? Kita bisa menyimpulkan, sebetulnya, bahwa mahasiswa adalah para buruh masa-depan. Dengan semakin konvergennya (penggabungan) ‘kerja’ dan ‘pengetahuan’, maka mahasiswa dituntut untuk dapat comply dengan kebutuhan industri. Kampus menjadi sarana penting untuk menciptakan tenaga kerja yang terdidik, yang dapat men-sustain-kan modal produksi kapitalisme di masa yang akan datang.

Mari kita lihat secara lebih. Mengapa buruh penting bagi mahasiswa dan juga sebaliknya? Pertama, sebagamana saya katakan di atas, mahasiswa adalah buruh masa-depan. Oleh sebab itu, gerakan buruh seharusnya melihat ‘mahasiswa’ sebagai basis perkaderan. Merekalah yang di masa depan akan menggantikan para buruh dalam bergerak. Sehingga, aktivitas perkaderan buruh semestinya juga dilakukan di kampus-kampus. Mahasiswa harus dibangkitkan kesadarannya bahwa ia adalah calon penerus para buruh; dan dengan demikian harus memahami logika buruh sebagai sebuah kelas tersendiri. Paling tidak, mahasiswa memahami relasi produksi kapitalisme bukan dari logika menara-gading, melainkan dari logika buruh sendiri. Ini akan membuat kesadaran mahasiswa sebagai buruh tumbuh, dan ia akan mampu menentukan subjektivitasnya di masa depan.

Kedua, buruh memerlukan pengetahuan. Terutama, pengetahuan mengenai relasi produksi kapitalisme sekarang ini secara lebih objektif. Dengan demikian, buruh akan mampu memetakan strateginya untuk menghadapi para pemodal yang, sekarang, tidak hanya menekan mereka secara represif, tetapi juga mengakomodasi kepentingan parsial buruh dalam logika yang hegemonik. Hal ini disediakan oleh mahasiswa dalam proses ia belajar di kampus. Dengan demikian, gerakan mahasiswa memiliki satu hal yang membuat ia membedakan diri dari gerakan buruh: basis pengetahuan. Jika pengetahuan tersebut didedikasikan kepada buruh, dalam arti ia menjadi salah satu basis pengorganisasian buruh, gerakan mahasiswa akan mendapatkan relevanasinya.

Bahwa modus kapitalisme yang berbasis pada finansial sejatinya tidak berbeda dengan kapitalisme industrial, dalam arti yang berbeda hanyalah bentuk-nya; logikanya tetap sama. Subjek yang dilahirkan dari kapitalisme, tetap akan mengarah pada dua pilihan yang antagonistik: ‘borjuis’ atau ‘proletariat’ (sebagaimana dikemungkakan Marx dalam The Communist Manifesto). Namun, yang kemudian membuat keduanya tampak kabur adalah hal-hal yang mengalienasi subjek. Buruh tetap buruh, hanya saja ia dialienasi oleh penikmatan-penikmatan yang diberikan oleh modus kapitalisme baru kepadanya. Tetapi, jika seorang buruh sadar akan posisi ‘kelas’-nya, dalam artian ia sadar dari fantasi ideologis yang dikonstruksi oleh kapitalisme kontemporer, maka ia hanya akan memandang yang lain sebagai borjuis. Hal yang sama, terjadi, dalam konteks mahasiswa sebagai buruh masa-depan.

Buruh Masa-Kini dan Buruh Masa-Depan, Bersatulah!
Melihat banyaknya gelombang penidasan terhadap rakya, yang semakin hari semakin tidak mensejaterhakan rakyat dengan berbagai instrument dan regulasi, seperti RUU OMNIBUS LAW yang akan merangkum 70 lebih UU dan 2000 (dua ribu) pasal didalam yang akan menindas dan menyensarakan rakyat kemudian membukak peluang sebesar-besarnya untuk kepentingan pengusaha dan pemerintahan agar mendatangkan investasi ke indonesia.

Kemudian menelah pada kondisi Indonesia yang tidak baik-baik saja. Maka yang harus dapat di lakukan adalah ikut dalam wadah oraganisasi kemudian mempersatukan diri untuk memperkuat perlawanan terhdap penidasan kapitalisme terhdap kaum buruh dan buruh masa depan.

Di Indonesia, seperti juga belahan dunia lain, hari buruh diperingati setiap tanggal 1 Mei. Namun, sehari setelahnya, Indonesia juga memperingati hari pendidikan nasional yang, seperti hari buruh, menjadi ajang konsolidasi gerakan mahasiswa untuk berdemonstrasi. Dua hari yang bersebelahan ini seperti menjadi ‘hari raya;’ Buruh merayakan Mayday dengan demonstrasi pada tanggal 1, sementara keesokan harinya, mahasiswa juga menggelar aksi-aksi demonstrasi. Maka 1 dan 2 mei sebagai hari yang dapat menkonsuldasikan buruh dan mahasiswa untuk terus melakukan perlawanan terhdap kapitalisme.

1 Mei yang akan diperingati oleh ribuan buruh akan turun ke jalan untuk membentuk barisan perlawanan terhadap pemerintah atas kebijakan-kebijakan yang tidak pro terhadap rakyatnya. 2 Mei adalah hari pendidikan nasional dimana mahasiswa kembali turun ke jalan untuk menuntut pendidikan gratis, ilmiah, demokratis dan bervisi kerakyatan..

Buruh Bersatu tak  bisa dikalahkan. Buruh berkuasa Rakyat Sejahtera !!

We Are Student Not Customer !!

Lawan Segala Bentuk Kapitalisasi Pendidikan !



 

Posting Komentar

0 Komentar